Pada umumnya, disebuah pedesaan yang tidak lengkap
sarana dan prasarana yang diperlukan oleh warganya, para remaja dan pemuda
biasanya memilih untuk merantau ke kota atau daerah yang lengkap dengan
fasilitas yang diperlukannya. Kepergian mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan
baik pendidikan, pekerjaan maupun usaha-usaha yang menunjang kebutuhannya.
Namun, suatu ketika para remaja dan pemuda ini
akan kembali lagi ke desanya. Pada saat itulah, mereka akan dihadapkan pada
situasi dan kondisi yang berbeda dengan yang mereka dapatkan di
perantauan. Keadaan tersebut, bisa menjadi sisi positif jika para pemuda
bisa memanfatkan potensinya masing-masing yang diperoleh selama di luar daerah.
Namun, itu akan berakibat buruk ketika menjadikan mereka sebagai sosok yang
individualis dengan segala perbedaan yang dimilikinya.
Di desa Kaliombo kec.. pecangaan kab jepara,
adalah termasuk desa dengan para pemudanya yang beragam latar belakang
pendidikan. Selain itu, pekerjaan dan status sosial masih menjadi salah satu
penyebab sulitnya pemuda bersatu dalam sebuah wadah/organisasi pemuda.
Telah beberapa kali dibuat organisasi pemuda
sebelumnya. Namun, organisasi tersebut selalu kandas dan tidak berjalan dengan
hanya beberapa pertemuan/kegiatan saja. Seperti halnya organisasi Remaja Masjid
yang hanya di isi oleh pemuda dengan latar belakang pendidikan pesatren, juga
Karang Taruna dan beberapa Forum Kepemudaan yang dihuni oleh pemuda dengan
latar belakang pendidikan tinggi, atau pernah mengikuti organisasi lain waktu
berada di perantauan. Sedangkan sisanya adalah pemuda yang hanya ikut-ikutan
atau tidak ikut sama sekali dalam organisasi manapun.
Organiasi-organisasi sebelumnya adalah wadah
pemuda berkumpul dengan serangkaian program yang positif. Tapi, semua tidak berjalan
dan kegiatan/programnya hanya menjadi program yang tertunda, dengan rencana
menjalankannya kembali yang saling menuding antara anggota dan pengurus saja.
Setelah ditelusuri dan melakukan pendekatan kepada
sebagian pemuda yang pernah aktif sebelumnya, ternyata poin penting yang membut
organisasi tersebut tidak berjalan adalah: hingga saat ini belum ada
sebuah organisasi/wadah yang membuat para pemuda nyaman beraktifitas di
dalamnya. Karena terkadang, organisasi/wadah tersebut hanya menjadi nyaman untuk
sebagian/kelompok saja. Kebersamaan didalamnya kurang, sehingga organisasi
sebagai alat pemersatu tersebut, justru menjadi awal pemecah persatuan dan
menjadikan para pemuda cenderung “gontok-gontokan”.
Setelah terjadinya perpecahan tersebut, tanpa
direncankan muncul komunitas/kumpulan atas dasar kegemaran masing-masing
kelompok. Seperti berkumpul ankruk , jembatan bagi yang jiwaa muda males ngaji
dan bagi yang suka beribadah mushola n masjid tapi jarang heheheeeeeeee, di
lapangan bagi penggemar berolahraga dan ada juga yang biasa berkumpul di konter
mulia cell yang suka ngetem tp lumayan bagi saya ada temanya asal jagan nganjok
ae, hohaaaaaaaaa
Meski salahsatu diantara mereka ada yang ikut ke
beberapa kumpulan, tapi mereka tidak bisa dikatakan bersatu/memiliki kesadaran
kebersamaan. Itu terbukti manakala ada permasalahan diantara salahsatu kelompok
tersebut, biasanya kelompok yang lain tidak mau tahu-menahu, apalagi ikut
menyelesaikannya.
Selain kelompok-kelompok kecil tersebut, banyak
pemuda lain yang cenderung menjadi penyendiri dan memilih untuk tetap
berkomunikasi dengan temannya yang ada di luar daerah. Itu terbukti dari
seringnya dia bepergian atau didatangi temannya dari luar daerah, sedangkan
para pemuda yang ada di sekitar rumahnya tidak tahu dengan aktifitas apa yang
sedang dilakukannya.
Fenomena diatas tidak menjadi sebuah keadaan yang
kritis, karena tidak menjadikan kelompok-kelompok tersebut bermusuhan satu sama
lainnya. Namun, itu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para orang tua, mereka
menilai bahwa para pemuda tidak memiliki kegiatan yang positif. Bahkan mereka
cemas dengan penerus mereka ketika melakukan kegiatan kemasyarakatan seperti
gotong royong, penguburan orang meninggal, dan kegiatan sosial lain yang
biasanya lebih dari 80% dilakukan oleh orang tua.
Berangkat dari itulah, saya dan beberapa pemuda
yang tergerak hatinya melihat kurangnya kesatuan diantara pemuda, merintis
kembali wadah yang bisa mempersatukan kelompok-kelompok tersebut dalam sebuah
organisasi kepemudaan. Ternyata melalui pendekatan secara personil, mereka
semua merasakan hal yang sama, ingin menyatukan pemuda dalam sebuah organisasi
yang bisa berjalan dan dilakukan oleh semua kalangan/latarbelakang.
Setelah melakukan beberapa pertemuan, akhirnya
kami mendapat sebuah cara mempersatukan pemuda yang heterogen ini. Ternyata,
kegiatan sosial menjadi sebuah wacana yang diusung agar pemuda dengan latar
belakang bisa bersatu. Dengan catatan, jangan ada salah satu diantara kami yang
memaksakan orang lain untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Bahkan dalam melakukan
kegiatan sosialpun, para pemuda diperbolehkan untuk sekedar sekedar datang
saja, dalam artian mereka boleh untuk ikut berpartisipasi sekecil apapun,
walaupun hanya melihat saja. Karena yang terpenting adalah menjalin
Pada akhirnya, pemuda yang semula hanya datang
untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukanpun, ikut berpartisipasi dalam
kegiatan sosial yang diadakan. Meskipun hanya sebatas membuatkan
makanan/minuman, tanpa disadari itu menjadi sarana untuk kami melakukan intensitas
kebersamaan sesama pemuda . dan ternyata adanya kgiata bsa kembali
menyatukan kbersamaan acara kkumpulan yang menyenangkan Dari hal
tersebut, perlu menjadi catatan penting bahwa yang diperlukan pemuda
adalah ditanamkannya kesadaran berorganisasi, bukan dibuatkan organisasi.
Karena telah beberapakali dibuatkan organisasi dengan serangkaian programnya
tidak berjalan. Sedangkan jika ditanamkan dulu kesadaran berorganisasi, justru
para pemuda tersebut yang akan membuat organisasi itu berdiri.
Pepatah
orang tua mengatakan “jika seorang pemuda dibuatkan sebuah rumah, tekadang
dia malah merusaknya. Tapi jika pemuda telah merasa perlu memiliki sebuah
rumah, maka dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membangun dan merawat rumah
tersebut”